Samarinda, 1 Maret 2016
Kepada Diriku Kelak 30 Tahun Mendatang
Hai, diriku di masa depan,
Sudah 30 tahun semenjak aku menulis surat ini. Berapa banyak kah keinginanku yang telah berhasil kau raih?Masih ingatkah kau dengan cita-citamu dulu? Berkatalah hati kecilmu saat mencoba melenggokkan tubuh meniru penari terkenal, mulailah kamu melembutkan suara manismu ketika ingin menjadi penyanyi. Dan kagumlah engkau kala kata “Dokter” indah di telingamu. Hingga usaha-usahamu mengalir. Kau ingat dengan itu semua, bukan?
Aku penulis yang entah dimana. Namun ingin menemuimu di saat paling sepi. Di kamarmu, buku-buku kau hamburkan, kertas-kertas bekas kau jadikan hiasan. Ibumu tak henti menanyakan kabarmu. Juga hidup yang tengah kau jaga dan pelajari dengan teliti. Tidak sepenuhnya teliti, bagiku kau masih bermain-main dan bersinggungan ketakutan. Lewat surat ini, aku berusaha membantumu untuk tetap berpijak pada bumi dan mampu melukiskan butir-butir kebaikan selagi masih menghela udara.
Ini akan terjadi pada tahun ke-45 usia kau terlampaui. Tanggal yang begitu jauh. Hampir tampak nyata untukmu, bukan? Pada hari itu terlintas ingatan bagaimana ibumu mengatakan kepada kau bahwa ketika ia berusia 45 tahun, duduklah ia pada tempat tidurnya dan menangis. Selama berjam-jam. Menangis. Tidak keluar dari kesedihan, tetapi dari intensitas.
Adapun kau, tak lepas melihat empat puluhanmu datang untuk waktu yang tak singkat. Kau kan selamanya remaja. Berakar kuat dalam kenyataan tapi gelandangan total pada saat yang sama. Tidak pernah benar-benar tinggal di satu titik, tidaklah kau puas, abadi dikelam penasaran. Kau akan berputar melingkupi waktu. Itu ketika kau akhirnya menyadari apa yang terjadi pada dirimu.
Hidup, hidupmu ada di sini! Tidaklah kala waktu seperti kau selalu membayangkan itu, mempersiapkan diri untuk “nanti”. Tapi di sini. Pada saat ini. Segala sesuatu yang kau lakukan hari ini, setiap waktu teriringi. Itulah hidupmu. Ciuman yang kau berikan, bahwa tempat dimana kau tinggal, pekerjaan yang kau lakukan. Itulah hidupmu.
Pertama-tama, Sayangku, karena kau masih hidup. Kedengarannya konyol mengatakan seperti itu, kan? Ketika kau 15 tahun, pada liku benakmu tak pernah benar-benar terpikir tentang hal itu. Hal yang baik lainnya. Tapi, sampailah kau pada saat 45. Kau akan hidup. Terlihatlah dunia kehilangan orang yang mengagumkan dengan begitu cepatnya. Dan kau akan berpikir penuaan sebagai hak istimewa yang serius.
Untuk satu hal, ketika kau mengatakan usiamu. Orang-orang akan menatapmu dengan percaya dan ujarlah mereka, “Tapi kau sama sekali tak melihatnya 45 tahun yang serius!” Dan kau tak akan dapat menjaga dari merahnya lesung pipimu, masih menjadi sama sensitif terhadap pujian. Dalam kasus kau bertanya-tanya. Jawablah engkau dengan senyum lebar sembari benar-benar percaya ketika engkau berkata, “Tidak, bukan saya tidak melihat usia 45. Hanya saja, ini adalah apa yang tampak seperti sekarang!”
Apakah kau tahu dirimu akan lebih baik atau karena dirimu akan lebih sensitif? Mungkin sedikit dari keduanya. Menggunakannya sebagai panduan untuk lebih baik. Kau beruntung, kau bertemu orang-orang baik. Kau hendak menjadi baik, namun tak sedikit pun nampak bagimu. Dipenuhi pikiran-pikiran usang yang kau balut rapi bersama cemas. Hidupmu hanyalah sejumlah cemas yang berbalut rapi. Dan kau pajang jadi hiasan.
Yang benar adalah segala sesuatu yang kau takut terjadi. Kau akan miskin. Kau akan dibuang. Kau akan kehilangan orang yang kau cinta. Kau konyol. Kau membuat kesalahan. Kau akan membuat kesalahan. Oh ya, kau akan membuat banyak kesalahan.
Saat kau berusia 45. Kau akan menjadi seseorang yang didengarkan. Aneh, kan? Kau akan sangat yakin bahwa itulah harta yang nyata dari kehidupanmu. Orang-orang akan membaca apa yang kau tulis, menelusuri apa yang kau baca, dan menggambar kepada kenyataan dari kalimat demi kalimat yang kau lontarkan. Kau senantiasa tak ubahnya induk. Panutan. Banyak wanita, saudara, atau teman-teman terbaik, akan memberimu kesempatan untuk didengar. Mereka akan sangat murah hati. Dan kadang-kadang sulit bagimu. Jauh di lubuk hati. Mereka akan sepertimu.
Kadang-kadang, kau akan belajar dari keriputmu lewat garis maya pantulan di cermin. Menelusuri jarimu di atas pola mereka dan mencoba untuk membiasakannya. Kau tak akan berpikir itu sebagai semacam kekalahan, melainkan sebagai kesempatan untuk benar-benar memperbaiki diri.
Dan kau akan menyadari benar bahwa ketika kau berpikir engkau akan jatuh ke dalam sebuah kecelakaan. Bahwa akan ada kasih di sana untuk menangkapmu. Dan apakah dukungan yang datang dari teman dekat atau orang asing. Mereka akan berada di sana. Belajar mengenali itu dan memberikan. Melepaskan dan memberikan dirimu ke lengan penuh kasih. Belajar untuk melihat keajaiban.
Belajar untuk mengikuti semua benang tak nampak yang akan kau tenun bersama-sama hanya dengan menjadi diri sendiri. Selalu berkembang ke arah yang lebih ringan. Lebih benar.
Semakin banyak kau akan pergi, kau akan lebih hidup. Warna lebih dalam. Kau tidak akan menyesali semua hal-hal konyol yang telah kau sapa. Bahkan tidak untuk satu detik. “Selamanya” bukanlah bilangan yang sah di dunia. Kau akan selalu berada di sini. Orang yang sama, rasa haus yang sama, mimpi yang sama dari petualangan baru. Dan tidak akan pernah ada satu detik untuk limbah mengasihani diri sendiri. Berhentilah mengasihani diri sendiri. Kau menyebalkan.
Kau juga perlu tahu bahwa kau akan dicintai. Kau akan berhasil dan semua momen-momen sulit yang datang sebelum aku melindungimu dari rasa takut. Berhenti mengkhawatirkan. Aku sadar, jika langkahmu terperangkap pada sejumlah bayang-bayang. Setiap hari kau menunggu senja. Menangkap ketakutan-ketakutanmu yang kian liar. Tubuhmu tak begitu kuat, jantungmu harus bekerja lebih keras, dan nyala api keinginanmu kadang redup dengan tiba menyapa. Tapi aku yakin. Kau pasti mengerti. Kau akan belajar kelembutan. Terhadap orang lain. Terhadap diri sendiri.
Bekerja untuk menjadi orang yang baik dan berharap bahwa suatu hari kau mendapatkan tua dan keriput itu. Kau akan dapat melihat kembali dan merasa bahwa kau membawa sedikit cahaya yang berpendar jauh ke dalam kehidupan orang-orang disekitarmu.
Masukkan surat ini kembali. Ambil kuncimu. Keluar sana dan menemukan dunia.
Semuanya akan baik-baik saja, Sayang.
Semua akan baik-baik saja.
Pada hari ketika kau berusia 45. Mungkin kau akan duduk di tempat tidurmu dan menangis juga. Tapi aku punya perasaan akan air mata sukacita, rasa syukur, dan cinta besar untuk kehidupan.
Kiranya surat ini hanyalah pola pikir kekanak-kanakan yang tak masuk akal. Tapi dengan ini kusampaikan agar kamu selalu ingat cita-citamu yang dulu. Hingga kau tak lupa untuk selalu berusaha dan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar